1. Sejarah dan perkembangan agama jain
Agama
jain adalah sebuah agama monastic kuno dari india. Agama ini menolak otoritas
weda sebagaimana halnya agama budhha. Agama ini muncul pada zaman wiracarita yakni masa akhir zaman
brahmana, ketika ada perdebatan antara aliran teistis dan non teistis. Menurut
Jhon A Hutchison agama inijuga agama budhha
muncul di zaman heresies (zaman pilihan) yang timbul karena dua alasan,
yang pertama karena waktu itu orang tidak mengakui adanya otoritas sacral Weda.
Kemudian yang kedua yakni pada waktu itu orang menolak batu ujian ortodoksi
hindu yaitu apa yang disebut kasta.[1]
Mengenai sejarahnya, Agama Jaina bermakna : agama
Penaklukan. Yang dimaksudkan penaklukan adalah penaklukan kodrat-kodrat
Syahwati dalam tata hidup manusiawi[2], sebenarnya
ajaran agama jain ini telah lahir sejak dulu, agama jain mengakui bahwa ada 24
Thirtankara atau jiwa sempurna yang kesemuanya dipercayai telah menyebarkan
ajaran agama jain keseluruh dunia[3] dari dua puluh
empat thirtankara tersebut, Vardhamana atau yang dikenal dengan Mahavira yakni
Thirtankara yang ke 24 adalah tokoh jainisme yang paling dikenal dan para
penganut agama jain merasa ajaran jain telah cukup sempurana tatkala
ditangannya.[4]
Jainisme sndiri mulai diakui keberadaannya di magadha, india utara sekitar
abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu mahavira menyebarkan
ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih dikenal sebagai nabi jainisme,
bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mahavira dianggap
bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran jainisme tersebut. Namun
diakui bahwa diantara sekian banyak tirthankara, Mahavira adalah yang paling
akhir turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang menyampaikan dan menyempurnakan
ajaran-ajaran agama jain.[5]
Agama Jaina sendiri lahir berdasarkan
reaksi dari ketiak setujuannya terhadap ajaran-ajaran agama Hindu, maka pada
saat itu terjadi pemberontakan besar terhadap agama Hindu yang dipimpin oleh
Mahavira. Mahavira lahir pada tahun 599 SM,
ayahnya bernama Sidarta yang merupakan seorang anggota dalam majelis yang
memerintah Bandar atau kesatuan ketentaraan di india. Ibunya merupakan anak
dari ketua majelis itu yang bernama Tri Sala.[6]Mahavira
dilahirkan di wilayah republik Vaisali (Behar), di kampung Basarh, kira-kira 27
mil di sebelah utara kota Patna.[7]
2.
Ajaran dan praktik kegamaan
A. Kitab Suci
Sumber-sumber suci dikalangan para
pengikut agam jaina adalah pidatdo-pidato mahavira. Kemudian pidato-pidato
mahavira ini diteriam oleh para pengikutnya seperti para
murid-muridnya,orang-orang arif,pendeta-pendeta dan para ahli ibadah. Sumber
kepustakaan suci ini diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan. Lalu
dikarenakan takut ajaran-ajarn ini hilang dan bercampur dengan ajaran-ajaran
yang lain maka pada abad ke-4 SM namun ada juga yang menyebut pada130 SM, para
penganut jaina mengadakan pertemuan dibandar patli putra, untuk mengumpulkan
naskah-naskah suci untuk dijilid manjadi satu. Dan kemudian kitab suci ini
diberi nama siddhanta, yang menjadi ajaran pokok agama jaina. Dan bahasa yang
digunakan dalam kitab ini adalah bahasa ardha majdi atau prakit.Namun bahasa
tersebut hanya digunakan pada abad-abad sebelum masehi, setelah masehi untuk
menjaga isinya kitab tersebut diganti bahasanya menjadi bahasa sansekerta.[8]
Menurut Shri Krishna Saksena isi
kanon Jainisme secara sistematik terdiri dari 12 anga, dan anga yang terakhir
dibagi menjadi 14 purwa, 5 prakarana dan literature sutra yanglain. Menurujt
jainisme kanon yang orisinal sejak zaman Thirtankara yang pertama terdiri dari
dua buah buku suci yaitu, 14 Purva dan 11 anga.Namun akhirya keempat belas
purva tersebut diperdebatkan antara sekte digambara dan svetambara, terutama
karna hanya diberlakukan oleh sthulabadra. Kanon-kanon yang lain kurang begitu
dipermasalahkan. Kemuadian kesebelas anga diatas terdiri dari 45 teks selain
itu masih ada pula 12 upanga.10 painna, 6 Chhedasutra, nandi dan anoyogdavara
serta 4 mulasutra.[9]
B.
System kepercayaan agama jain
1. Konsepsi
tentang tuhan
Agama jain atau jainisme menolak adanya tuhan yang dianggap
sebagai pencipta atau penguasa dunia ini. Walaupun demikian menurut hut chison,
paham jainisme tidak termasuk atheis, melainkan disebut non-teisme. Penyebutan
ini didasarkan pada corak paha agama tersebut tentang apa yang disebut tuhan.
Agama jain mengakui keberadaan apa yang disebut sang “Maha Kuat”, namun
mengatakan bahwa sang maha kuat tersebut termasuk pula manusia, semuanya terbelenggu
dalam alam dosa dengan sedikit atau tanpa ada kesempatan untuk melarikan diri
darinya.[10]
2. Konsepsi
tentang alam
Jainisme menganut filsafat dualisme, yaitu membagi alam
saemesta ini menjadi dua kategori: zat yang hidup (jiva) dan zat yang tidak
hidup (ajiva). Ajiva memiliki lima substansi yaitu benda (pudgala), dharma,
adharma, ruang (akasa) dan waktu (kala). Unsure jiva dan keenam unsure ajiva
tersebut disebut denga enam dravya.
Menurut
ajaran agama jain substansi jiva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan,
tidak ada permulaan dan tidak berakhir. Atau dengan kata lain tidak ada sebab
pertama yang menyebabkan terjadinya substansi-substansi tersebut.
Menurut
kosmologi jainisme alam semesta ini adalah abadi, alam semesta ini bergerak
melalui satu lingkaran terus-menerus dari stau tempat yang ideal menuju kearah
titik bawah lalu dilanjutkan menaik lagi melalui titik atas dan begitu
seterusnya. Menurut
agama jain alam semesta ini bergerak bukan karena adanya tuhan melainkan
bergerak secara mekanistis belaka.[11]
3. Konsepsi
tentang karma
Jainisme tetap menerima ajaran tentang karma-samsara dalam
pemikiran tradisional india, dan mengajarkan bahwa karma terjadi karena
tercampurnya jiva dan ajiva. Konsep karma dalam jainisme berpangkal pada prinsip dualism antara jiwa
dan benda, atas dasra prinsip tersebut, menurut jainisme tubuh manusia itu
memenjarakan jiwanya.
Menurut jainisme karma adalah energy jiwa yang dengan energy
itu menyebabkan penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa
itu. Menurut jain karma bisa dibersihkan, prose pembersihan karma disebut
dengan nirjana, jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada
akhirnya semua karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama
hidup.[12]
Tujuan utama
dari orang Jain adalah menjadi seorang Paramatman, satu jiwa yang sempurna. Ini
akan dicapai ketika semua lapisan karma, yang dianggap sebagai substansi,
dibuang, yang memungkinkan jiwa muncul ke atas sampai di langit-langit alam
semesta, dari kegelapan kepada cahaya, dimana, di luar Dewa-dewa dan
perpindahan jiwa yang sedang terjadi, jiwa tinggal selamanya dalam kebahagiaan
yang sunyi dari moksha. Moksha didefiniskan dalam agama Jain sebagai
pembebasan, penyatuan diri (self-unity) dan integrasi, kesendirian yang murni
dan ketenangan yang abadi, bebas dari tindakan dan keinginan, bebas dari karma
dan kelahiran kembali. Moksha dapat dicapai dalam hidup ini atau pada waktu
setelah mati. Ketika ia dicapai, manusia telah memenuhi tujuannya sebagai
manusia-Tuhan (man-God). Bagi agama Jain tidak ada Tuhan pencipta dan, karena
itu, tidak ada persatuan dengan Tuhan.Hakikat dari jiwa adalah kesadaran murni,
kekuatan, kebahagiaan dan maha tahu.[13]
4. Pandangan
tentang pencerahan
Tujuan akhir dari ajaran jain adalah untuk mencapai
kehidupan yang sempurna memperoleh pengetahuan tentang pencerahan dan akhirnya
moksa yakni terlepas dari siklus kelahiran kembali.
Menurut
agama jain jiwa yang telah mencapai kesempurnaan atau pencerahan menyebabkan
pemiliknya mencapai tingkat kesalehan dan kesempurnaan dari luar. Sebagai
contoh para tirthankara yang kesemuanya telah diakui berhasil mencapai
kesempurnaan itu. Kemudian orang yang telah mencapai kesempurnaan jua akan
dapat menikmati empat macam atribut yakni persepis yyang tak terbatas,
pengetahuan yang tak terbatas, kekuatan yang tak terbatas dan kebahagiaan yang
tak terbatas. Kesempurnaan jiwa seperti ini dapat dirasa ketika dia amsih hidup
atau sudah mati.[14]
C.
PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM JAINISME
a.
Asketisme
Menurut
jainada dua motif melakukan kehidupan asketik, pertama bahwa kehidupan asketik
dianggap sebagai salah satu macam atletikisme spiritual yaitu latihan spiritual
para atlit menjelang pertandingan. Kedua, bahwa kehidupan asketik itu
menempatkan prinsip serba dua antara materi dan spirit (jiwa). Alu mencari cara
untuk membebaskan jiwa yang terkurung dalam daging.
Jainisme
sangant mementingkan asketisme.Hal ini diandaikan sebagai perjuangan mahavira
untu memperoleh pengetahuan agung.Karena itu sifat asketik jainisme menjadi
bgitu ekstrim dan ketat.
A. Etika penganut agama Jain
Masyarakat jainisme terdiri atas
pendeta, biara dan orang kebanyakan. Hanya ada lima disiplin spiritual didalam
jainisme. Di dalam kasus kependetaan disiplin ini benar-baner ketat, kaku dan
sangat fanatik.Sementara dalam kasus orang umum hal itu bisa di modifikasi.
Untuk pendeta ada lima sumpah yang
disebut “sumpah besar” (maha-vrta), sementara bagi orang umum disebut ‘sumpah
kecil’ (anu-vrta). Kelima sumpah tersebut adalah (1) ahimsa (non kekerasan),
(2) satya (kebenaran di dalam pikiran), (3) asteya (tidak mencuri), (4)
brahmacharya (berpantang dari pemenuhan nafsu baik pikiran, perkataan maupun
perbuatan), dan (5) aparigraha (ketakmelekatan dengan pikiran, perkataan dan
prbuatan).Dalam hal orang umum, aturan ini bisa di modifikasi dan disederhanakan.[15]
Untuk
orang awam ada 12 atauran yang semula berasal dari aturan pendeta. Keduabelas
aturan tersebut adalah
1.
Tidak pernah menyengaja melenyapkan kehidupan dari makhluk
ang berorgan indra
2.
Tidak pernah berbohong
3.
Tidak mencuri
4.
Tidak berzina
5.
Tidak tamak
6.
Menghindari godaan-godaan
7.
Membatasi jumlah barang yang dipakai sehari-hari
8.
Menjaga hal yang berlawanan dengan usaha untuk menghindari
dari kesalahan-kesalahan
9.
Menjaga periode-periode meditasi yang telah dicapai
10. Mengamati periode-periode penolakan diri
11. Memanfaatkan periode-periode
kesempatan menjadi pendeta
12. Member sedekah
Umat
awam juga memegag prinsip ahimsa, dengan melakukan diet vegetarian dan
selanjutnya melarang diri makan telor.
[1]
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALI JAGA
PRESS, 1988)h, 151
[2]
Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: al Husna Zikra), cet.
lll, 1996, h 128
[3]
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 152
[4]http://abid3011.blogspot.com/2011/04/agama-jaina.html
diakses tgl 21 maret 2013
[5]
Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 15153
[6]Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain,
diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[7] Mukti
Ali, Agama-Agama Dunia,
Yogyakarta:Hanindita offset, 1988, cet l, h. 151-152
[8]http://abid3011.blogspot.com/2011/04/agama-jaina.html
[9]Ali, mukti, agama-agama di Dunia,
h. 157
[11]Ibid. h. 164
[12]Ibid, h. 164-166
[13]http://www.iloveblue.com/agama-jain/
[14]Ali, mukti, Agama-agama di Dunia,
h. 167-169
[15]
I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, h. 319.
Minta referensi kitabnya dong,,
BalasHapusinfo menarik mengenai agama Jain
BalasHapus