Kamis, 23 Mei 2013

Agama Jain (Jaina)



1.      Sejarah dan perkembangan agama jain
Agama jain adalah sebuah agama monastic kuno dari india. Agama ini menolak otoritas weda sebagaimana halnya agama budhha. Agama ini muncul  pada zaman wiracarita yakni masa akhir zaman brahmana, ketika ada perdebatan antara aliran teistis dan non teistis. Menurut Jhon A Hutchison agama inijuga agama budhha  muncul di zaman heresies (zaman pilihan) yang timbul karena dua alasan, yang pertama karena waktu itu orang tidak mengakui adanya otoritas sacral Weda. Kemudian yang kedua yakni pada waktu itu orang menolak batu ujian ortodoksi hindu yaitu apa yang disebut kasta.[1]
Mengenai sejarahnya, Agama Jaina bermakna : agama Penaklukan. Yang dimaksudkan penaklukan adalah penaklukan kodrat-kodrat Syahwati dalam tata hidup manusiawi[2], sebenarnya ajaran agama jain ini telah lahir sejak dulu, agama jain mengakui bahwa ada 24 Thirtankara atau jiwa sempurna yang kesemuanya dipercayai telah menyebarkan ajaran agama jain keseluruh dunia[3] dari dua puluh empat thirtankara tersebut, Vardhamana atau yang dikenal dengan Mahavira yakni Thirtankara yang ke 24 adalah tokoh jainisme yang paling dikenal dan para penganut agama jain merasa ajaran jain telah cukup sempurana tatkala ditangannya.[4]
Jainisme sndiri mulai diakui keberadaannya di magadha, india utara sekitar abad ke-6 dan ke-5 sebelum masehi pada waktu itu mahavira menyebarkan ajaran-ajarannya. Oleh karena itu mahavira lebih dikenal sebagai nabi jainisme, bukan penciptanya. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa mahavira dianggap bukan yang paling dulu menyebarkan ajaran-ajaran jainisme tersebut. Namun diakui bahwa diantara sekian banyak tirthankara, Mahavira adalah yang paling akhir turun ke Dunia ini. Sehingga Ialah yang menyampaikan dan menyempurnakan ajaran-ajaran agama jain.[5]
Agama Jaina sendiri lahir berdasarkan reaksi dari ketiak setujuannya terhadap ajaran-ajaran agama Hindu, maka pada saat itu terjadi pemberontakan besar terhadap agama Hindu yang dipimpin oleh Mahavira. Mahavira lahir pada tahun 599 SM, ayahnya bernama Sidarta yang merupakan seorang anggota dalam majelis yang memerintah Bandar atau kesatuan ketentaraan di india. Ibunya merupakan anak dari ketua majelis itu yang bernama Tri Sala.[6]Mahavira dilahirkan di wilayah republik Vaisali (Behar), di kampung Basarh, kira-kira 27 mil di sebelah utara kota Patna.[7]
2.      Ajaran dan praktik kegamaan
A.    Kitab Suci
Sumber-sumber suci dikalangan para pengikut agam jaina adalah pidatdo-pidato mahavira. Kemudian pidato-pidato mahavira ini diteriam oleh para pengikutnya seperti para murid-muridnya,orang-orang arif,pendeta-pendeta dan para ahli ibadah. Sumber kepustakaan suci ini diturunkan dari generasi ke generasi secara lisan. Lalu dikarenakan takut ajaran-ajarn ini hilang dan bercampur dengan ajaran-ajaran yang lain maka pada abad ke-4 SM namun ada juga yang menyebut pada130 SM, para penganut jaina mengadakan pertemuan dibandar patli putra, untuk mengumpulkan naskah-naskah suci untuk dijilid manjadi satu. Dan kemudian kitab suci ini diberi nama siddhanta, yang menjadi ajaran pokok agama jaina. Dan bahasa yang digunakan dalam kitab ini adalah bahasa ardha majdi atau prakit.Namun bahasa tersebut hanya digunakan pada abad-abad sebelum masehi, setelah masehi untuk menjaga isinya kitab tersebut diganti bahasanya menjadi bahasa sansekerta.[8]
Menurut Shri Krishna Saksena isi kanon Jainisme secara sistematik terdiri dari 12 anga, dan anga yang terakhir dibagi menjadi 14 purwa, 5 prakarana dan literature sutra yanglain. Menurujt jainisme kanon yang orisinal sejak zaman Thirtankara yang pertama terdiri dari dua buah buku suci yaitu, 14 Purva dan 11 anga.Namun akhirya keempat belas purva tersebut diperdebatkan antara sekte digambara dan svetambara, terutama karna hanya diberlakukan oleh sthulabadra. Kanon-kanon yang lain kurang begitu dipermasalahkan. Kemuadian kesebelas anga diatas terdiri dari 45 teks selain itu masih ada pula 12 upanga.10 painna, 6 Chhedasutra, nandi dan anoyogdavara serta 4 mulasutra.[9]
B.     System kepercayaan agama jain
1.      Konsepsi tentang tuhan
Agama jain atau jainisme menolak adanya tuhan yang dianggap sebagai pencipta atau penguasa dunia ini. Walaupun demikian menurut hut chison, paham jainisme tidak termasuk atheis, melainkan disebut non-teisme. Penyebutan ini didasarkan pada corak paha agama tersebut tentang apa yang disebut tuhan. Agama jain mengakui keberadaan apa yang disebut sang “Maha Kuat”, namun mengatakan bahwa sang maha kuat tersebut termasuk pula manusia, semuanya terbelenggu dalam alam dosa dengan sedikit atau tanpa ada kesempatan untuk melarikan diri darinya.[10]
2.      Konsepsi tentang alam
Jainisme menganut filsafat dualisme, yaitu membagi alam saemesta ini menjadi dua kategori: zat yang hidup (jiva) dan zat yang tidak hidup (ajiva). Ajiva memiliki lima substansi yaitu benda (pudgala), dharma, adharma, ruang (akasa) dan waktu (kala). Unsure jiva dan keenam unsure ajiva tersebut disebut denga enam dravya.
Menurut ajaran agama jain substansi jiva dan ajiva adalah kekal, tidak diciptakan, tidak ada permulaan dan tidak berakhir. Atau dengan kata lain tidak ada sebab pertama yang menyebabkan terjadinya substansi-substansi tersebut.
Menurut kosmologi jainisme alam semesta ini adalah abadi, alam semesta ini bergerak melalui satu lingkaran terus-menerus dari stau tempat yang ideal menuju kearah titik bawah lalu dilanjutkan menaik lagi melalui titik atas dan begitu seterusnya. Menurut agama jain alam semesta ini bergerak bukan karena adanya tuhan melainkan bergerak secara mekanistis belaka.[11]


3.      Konsepsi tentang karma
Jainisme tetap menerima ajaran tentang karma-samsara dalam pemikiran tradisional india, dan mengajarkan bahwa karma terjadi karena tercampurnya jiva dan ajiva. Konsep karma dalam jainisme  berpangkal pada prinsip dualism antara jiwa dan benda, atas dasra prinsip tersebut, menurut jainisme tubuh manusia itu memenjarakan jiwanya.
Menurut jainisme karma adalah energy jiwa yang dengan energy itu menyebabkan penggabungan jiwa dan benda dan kekotoran berikutnya dari jiwa itu. Menurut jain karma bisa dibersihkan, prose pembersihan karma disebut dengan nirjana, jika proses nirjana ini berjalan terus tanpa rintagan maka pada akhirnya semua karma akan tercabut dari jiwa dan akan mencapai tujuan utama hidup.[12]
Tujuan utama dari orang Jain adalah menjadi seorang Paramatman, satu jiwa yang sempurna. Ini akan dicapai ketika semua lapisan karma, yang dianggap sebagai substansi, dibuang, yang memungkinkan jiwa muncul ke atas sampai di langit-langit alam semesta, dari kegelapan kepada cahaya, dimana, di luar Dewa-dewa dan perpindahan jiwa yang sedang terjadi, jiwa tinggal selamanya dalam kebahagiaan yang sunyi dari moksha. Moksha didefiniskan dalam agama Jain sebagai pembebasan, penyatuan diri (self-unity) dan integrasi, kesendirian yang murni dan ketenangan yang abadi, bebas dari tindakan dan keinginan, bebas dari karma dan kelahiran kembali. Moksha dapat dicapai dalam hidup ini atau pada waktu setelah mati. Ketika ia dicapai, manusia telah memenuhi tujuannya sebagai manusia-Tuhan (man-God). Bagi agama Jain tidak ada Tuhan pencipta dan, karena itu, tidak ada persatuan dengan Tuhan.Hakikat dari jiwa adalah kesadaran murni, kekuatan, kebahagiaan dan maha tahu.[13]
4.      Pandangan tentang pencerahan
Tujuan akhir dari ajaran jain adalah untuk mencapai kehidupan yang sempurna memperoleh pengetahuan tentang pencerahan dan akhirnya moksa yakni terlepas dari siklus kelahiran kembali.
Menurut agama jain jiwa yang telah mencapai kesempurnaan atau pencerahan menyebabkan pemiliknya mencapai tingkat kesalehan dan kesempurnaan dari luar. Sebagai contoh para tirthankara yang kesemuanya telah diakui berhasil mencapai kesempurnaan itu. Kemudian orang yang telah mencapai kesempurnaan jua akan dapat menikmati empat macam atribut yakni persepis yyang tak terbatas, pengetahuan yang tak terbatas, kekuatan yang tak terbatas dan kebahagiaan yang tak terbatas. Kesempurnaan jiwa seperti ini dapat dirasa ketika dia amsih hidup atau sudah mati.[14]
C.    PRAKTEK KEAGAMAAN DALAM JAINISME
a.      Asketisme
Menurut jainada dua motif melakukan kehidupan asketik, pertama bahwa kehidupan asketik dianggap sebagai salah satu macam atletikisme spiritual yaitu latihan spiritual para atlit menjelang pertandingan. Kedua, bahwa kehidupan asketik itu menempatkan prinsip serba dua antara materi dan spirit (jiwa). Alu mencari cara untuk membebaskan jiwa yang terkurung dalam daging.
Jainisme sangant mementingkan asketisme.Hal ini diandaikan sebagai perjuangan mahavira untu memperoleh pengetahuan agung.Karena itu sifat asketik jainisme menjadi bgitu ekstrim dan ketat.
A.    Etika penganut agama Jain
Masyarakat jainisme terdiri atas pendeta, biara dan orang kebanyakan. Hanya ada lima disiplin spiritual didalam jainisme. Di dalam kasus kependetaan disiplin ini benar-baner ketat, kaku dan sangat fanatik.Sementara dalam kasus orang umum hal itu bisa di modifikasi.
Untuk pendeta ada lima sumpah yang disebut “sumpah besar” (maha-vrta), sementara bagi orang umum disebut ‘sumpah kecil’ (anu-vrta). Kelima sumpah tersebut adalah (1) ahimsa (non kekerasan), (2) satya (kebenaran di dalam pikiran), (3) asteya (tidak mencuri), (4) brahmacharya (berpantang dari pemenuhan nafsu baik pikiran, perkataan maupun perbuatan), dan (5) aparigraha (ketakmelekatan dengan pikiran, perkataan dan prbuatan).Dalam hal orang umum, aturan ini bisa di modifikasi dan disederhanakan.[15]
Untuk orang awam ada 12 atauran yang semula berasal dari aturan pendeta. Keduabelas aturan tersebut adalah
1.        Tidak pernah menyengaja melenyapkan kehidupan dari makhluk ang berorgan indra
2.        Tidak pernah berbohong
3.        Tidak mencuri
4.        Tidak berzina
5.        Tidak tamak
6.        Menghindari godaan-godaan
7.        Membatasi jumlah barang yang dipakai sehari-hari
8.        Menjaga hal yang berlawanan dengan usaha untuk menghindari dari kesalahan-kesalahan
9.        Menjaga periode-periode meditasi yang telah dicapai
10.    Mengamati periode-periode penolakan diri
11.    Memanfaatkan periode-periode kesempatan menjadi pendeta
12.    Member sedekah
Umat awam juga memegag prinsip ahimsa, dengan melakukan diet vegetarian dan selanjutnya melarang diri makan telor.


[1] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, (Yogyakarta: IAIN SUNAN KALI JAGA PRESS, 1988)h, 151
[2] Joesoef Sou’yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, (Jakarta: al Husna Zikra), cet. lll, 1996, h 128
[3] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 152
[5] Ali, Mukti, Agama-agama di Dunia, h. 15153

[6]Muhammad Mardiansyah, Agama Sikh Dan Jain, diakses pada tanggal 21 maret, dari http://ardiceper.blogspot.com/2012/05/agama-sikh-dan-jain.html
[7] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta:Hanindita offset, 1988, cet l, h. 151-152
[8]http://abid3011.blogspot.com/2011/04/agama-jaina.html
[9]Ali, mukti, agama-agama di Dunia, h. 157
[10]Ali, mukti, agama-agama di Dunia, h. 158-159
[11]Ibid. h. 164
[12]Ibid, h. 164-166
[13]http://www.iloveblue.com/agama-jain/
[14]Ali, mukti, Agama-agama di Dunia, h. 167-169
[15] I.B. Putu Suamba, Dasar-dasar Filsafat India, h. 319.

2 komentar: